Wisata Kuliner Myanmar

Kamis, 02 Juni 2016

Wisata Kuliner Myanmar

Rasanya kurang afdol ya jika kita bepergian ke suatu tempat tanpa merasakan cita rasa masakan lokal. Begitu juga saat saya mengunjungi Myanmar akhir Oktober lalu, saatnya berpetualang menikmati kuliner negeri Aung San Suu Kyi!

Myanmar dengan pendapatan per kapita pada 2012 sebesar USD 1.125,9 jauh lebih rendah dari Indonesia yaitu sebesar USD 3.556,8 (sumber : data.un.org), termasuk kategori Negara miskin dan memiliki daya beli yang rendah, termasuk untuk kebutuhan pangannya. Tak heran jika secara umum harga- harga makanan di Myanmar lebih murah daripada di Indonesia (berdasarkan pengamatan singkat saya selama beberapa hari keliling 3 kota di Myanmar).

Memang makanan Myanmar belum terlalu popular jika dibandingkan dengan makanan negara-
negara tetangganya. Misalnya saja tom yam goong dari Thailand atau Vietnamese springroll dari Vietnam. Namun, Myanmar sebenarnya memiliki khasanah kuliner yang cukup luas dengan pengaruh China, India, dan suku- suku asli Myanmar seperti Bamar, Rakhine dan Shan.
Jika kamu tidak memiliki keterbatasan untuk mencoba berbagai jenis makanan maka berpetualang kuliner di Myanmar sepertinya cukup mengasyikkan. Karena saya muslim, jadi saya mencoba makanan halal yang tidak mengandung babi.
Ini dia beberapa makanan khas Myanmar yang pernah saya coba:

  1. Noodle Salad/ Tofu Salad
Noodle salad adalah street food pertama yang saya coba di Yangon. Penjualnya seorang lelaki muda dan bisa sedikit berbahasa Ingggris. Ketika saya tanya apa nama makanan ini, si abang menjawab ‘noodle salad’ karena ada beberapa jenis mie yang digunakan. Tapi dia juga menggunakan tofu atau tahu tapi lebih lembut dan padat, sehingga sering disebut juga tofu salad. Sekilas bongkahan tofu berwarna kuning ini mirip sekali dengan keju lho, saya sempat terkecoh mengiranya sebagai keju.
Noodle salad

Si abang mulai mencampurkan beberapa bahan yang terdiri dari mie kuning, mie putih, irisan kol, irisan tahu, dibumbui dengan kaldu ikan dan cabe bubuk ke dalam sebuah mangkuk logam. Setelah mencampur seluruh bahan- bahan tersebut, si abang memasang sarung tangan plastic dan mulai mengaduk- aduk sampai rata dan menempatkannya di sebuah mangkuk kecil dan dilengkapi dengan taburan daun seledri dan bawang goreng. Uniknya, mie ini lazim ditemani dengan ceplusan cabe hijau dan bawang putih mentah!
Noodle salad
              
Rasanya? Enakkkkk! Ini adalah salah satu makanan favorit saya selama di Myanmar. Rasanya mirip- mirip mie goreng, tapi dibuat tanpa digoreng. Harganya hanya 300 kyat (+- Rp.3.600,-) saja, dan bisa ditemukan di mana- mana. Ciri- cirinya, tukang noodle salad ini berdagang dengan sebuah pikulan yang salah satu sisinya dipenuhi dengan bahan- bahan noodle salad termasuk satu blok tofu yang sekilas mirip keju itu.
Oiya, tidak semua penjual noodle salad, dan street food lainnya yang cara meraciknya diaduk dengan tangan, menggunakan sarung tangan saat meracik. Jika ingin mencoba, sebaiknya lihat dulu si penjual meracik makanannya, karena jika dia tidak menggunakan sarung tangan saat mengaduk- aduk, hmm sebaiknya cari saja penjual lainnya.
  1. Mohinga
Mohinga adalah menu sarapan yang paling mudah ditemui di Myanmar, seperti bubur ayam kalau di Indonesia. Karena keterbatasan bahasa, setiap kali mau sarapan, saya pasti memesan ‘mohinga and tea, please’.
Mohinga terdiri dari campuran bihun (mie dari tepung beras) disajikan dalam kuah ikan kental (biasanya ikan lele/ catfish), dilengkapi dengan telur rebus, gorengan atau cakwe, dan uniknya ada campuran irisan batang pisang!
Mohinga
         
Mohinga yang aslinya makanan suku Bamar, merupakan salah satu makanan Myanmar yang popular dan gampang dijual dimana- mana mulai dari pedagang kaki lima, warung makan, sampai restoran dan hotel pun biasanya menyajikan menu mohinga. Tak heran, setiap daerah memiliki style mohinga tersendiri. Jadi jangan heran, jika mohinga yang dimakan di Yangon berbeda dengan yang di Mandalay atau Bagan.
Mohinga

Rasanya? Favorit! Mirip dengan masakan Indonesia. Makanya saya rela memesannya setiap hari untuk sarapan. Hehe. Harganya juga cukup masuk akal, sekitar 500- 700 kyat (+- Rp.6.000 – Rp.8.400)/ porsi. 
  1. Lahpet/ Pickled tea leaf salad
Saya memilih menu ini ketika mampir di sebuah warung teh di Bagan. Saat melihat – lihat menu, saya menemukan ‘pickled tea leaf salad’ alias salad dauh teh. Hmm, terdengar sedikit aneh memang. Karena di Indonesia daun teh digunakan sebagai minuman bukan makanan. Karena penasaran, saya beranikan untuk memesan satu porsi salad daun teh yang dalam bahasa Myanmar disebut Lahpet.
Lahpet

 Lahpet sejatinya merupakan makanan penutup dan sering disuguhkan dalam acara keagamaan, acara keluarga, atau sekedar nongkrong bareng.
Lahpet seharga 500 kyat (+- Rp.6.000) tersebut disajikan dalam sebuah mangkok kecil, terdiri dari campuran dauh teh yang difermentasi, irisan tomat, kacang, kol, taburan wiijen. Rasanya sedikit asam segar dari dauh teh, dan crunchy karena ada campuran kacang goreng dan kol segar. 
  1. Myanmar Tea
Hal pertama yang menarik perhatian saya ketika jalan – jalan di Yangon adalah banyak orang duduk – duduk di bangku kecil sambil ngobrol dan menyesap sesuatu dari sebuah cangkir putih kecil.
Ternyata minum teh merupakan salah satu bentuk kegiatan bersosialisasi untuk warga Myanmar. Mereka bisa lho betah berlama- lama duduk sambil ngobrol dan menikmati teh di pinggir- pinggir jalan.
Teh ala Myanmar

Orang Myanmar juga sepertinya suka jajan dan nongkrong- nongkrong. Makanya street food ada di mana- mana, tempat nongkrong kalau di Indonesia mungkin semacam warkop juga bertebaran di mana- mana. Dan herannya juga selalu ramai lho. Hmm, bisa jadi ini yang bikin Myanmar juga nggak maju- maju. Lha orang- orang usia produktifnya kebanyakan duduk- duduk ngeteh di jam kerja!
Dan kebiasaan nongkrong di warung teh ternyata menular kepada saya dan Jenni. Setiap kami lelah berkeliling dan butuh duduk sebentar, yang kami cari pasti kedai/ warung yang menyajikan teh panas khas Myanmar.
Teh Myanmar disajikan dalam sebuah cangkir kecil- kadang malah cangkir mini, dicampurkan dengan susu kental manis dan susu murni panas, mirip dengan teh tarik. Dan teh Myanmar ini selalu disajikan panas, walaupun kita memesan dalam cuaca panas di tengah hari. Harganya paling murah 200 kyat (+- Rp.2.400,-) dan paling mahal 500 kyat (Rp.6.000,-). Teman minum teh nya biasanya berbagai jenis gorengan, atau jajanan khas India seperti samosa, dosa (mirip crepes) dan roti chapati.
Teh dan cakwe
Kalau ketagihan dengan teh Myanmar, boleh juga membawa pulang teh Myanmar instan yang dijual di toko- took termasuk di beberapa kios di Bogyoke Aung San Market, seperti teh merk ‘Royal’ yang bungkusnya berwarna hijau seharga 2.800 kyat ( Rp.34.000,-) untuk 30 sachet.
  1. Belalang Goreng
Nah, ternyata makanan ‘unik’ seputar hewan goreng- gorengan tidak cuma dimiliki Thailand atau Vietnam saja. Yangon juga punya nih! Ini dia belalang goreng ala Yangon!
Belalang goreng kriuk

Agak geli ya melihat tumpukan belalang goreng berukuran sebesar jempol orang dewasa itu sedang menanti para pembelinya. Tapi, tantangan dari Jenni memaksa saya untuk mencobanya.
Satu belalang goreng seharga 100 kyat (+- Rp.1.200,-) akhirnya sukses mendarat di lidah saya. Rasanya? Enak- enak saja. Tidak se-menjijikkan penampakannya. Hehe. Rasanya sedikit hambar, renyah kemriuk karena telah digoreng garing sampai kedalam. 
  1. Ikan Bakar
Selain makanan- makanan di atas yang sepertinya irit protein hewani, ternyata ada sebuah lorong di Yangon yaitu di 19th street dekat dengan Chinatown yang menyediakan ikan bakar dan berbagai macam sayuran serta sumber protein hewain lainnya seperti ayam, sosis, dll yang ditusuk ala sate dan dibakar.
Ikan Bakar aa Myanmar

Skewer (sate-satean) ala Manmar

Ikan bakar Myanmar. Pedas!

Ikan bakar ini adalah ikan air tawar yang berasal dari sungai di Myanmar seperti sungai Ayeyawardi dan Sungai Irrawadi. Ikan bakar disajikan dengan daun ketumbar dan saus yang ternyata pedas! 
————————————————————————————————————————————————————
Selain makanan- makanan di atas, di Yangon ada banyak restoran nasi briyani. Beberapa orang lokal Yangon yang kami temui di jalan getol sekali merekomendasikan makan nasi briyani. Komunitas muslim keturunan India dan Arab di area downtown Yangon memang cukup banyak, tak heran restauran halal seperti masakan Arab India tersebut cukup mudah ditemui di sekitaran Yangon, salah satunya resto “Nilar Briyani & Cold drink” yang memiliki banyak cabang di seantero Yangon. Menunya tidak jauh dari masakan khas negeri anak benua tersebut, seperti nasi briyani ayam dan kambing.
Selain nasi briyani, makanan yang kental dengan pengaruh cita rasa India antara lain roti capati, dosa, dan samosa yang banyak dijual di sekeliling moslem area di pusat kota Yangon.
Sate ayam ala Myanmar dijual bapak2 Arab

Penjual roti capati

Jajanan ala Myanmar

Saya juga sempat mencoba nasi rames ala Yangon, yang dijual oleh seorang ibu muslim berwajah campuran India dan Asia Tenggara. Lucunya, lalapan disini pakai daun mint lho. hehe.
Nasi rames ala Yangon

Yangon street food

Oiya, di Yangon juga baru saja dibuka Toba Cafe restaurant yang (masih) berstatus sebagai satu- satunya resto Indonesia di Myanmar. *tepuk tangan*
Hari terakhir saat sedang berjalan menuju Shwedagon Pagoda, tiba- tiba 2 orang lelaki setengah baya menyapa kami dengan bahasa Indonesia. Mereka adalah Om Damak dan Om Saefudin, dua koki dari Restauran Toba yang bekerja sama dengan pemilik modal asal Singapura mendirikan Restoran Toba. Akhirnya mampirlah kami ke restoran yang baru saja dibuka Juli 2014 tersebut.
Toba Restaurant Cafe- tampak depan

Interior dalam restoran

Pengunjung restauran rata- rata perantau dari Malaysia dan Indonesia. Warga Myanmar masih sedikit yang sering mampir, karena untuk standar Yangon harga makanan di resto ini bisa dibilang cukup mahal. Saat timnas sepakbola U-19 berlaga di Myanmar oktober lalu, restoran ini juga menjadi salah satu tempat kontingen Indonesia, beserta wartawan dan suporternya untuk melepas rindu dengan masakan khas nusantara.
Gulai telur ala Toba Cafe n Restaurant
Toba Cafe Restaurant

Jadi, kalau kurang cocok dengan masakan Myanmar atau sudah rindu berat dengan masakan Indonesia, singgahlah ke restoran Toba yang terletak tak jauh dari Sule Pagoda, tepatnya di Nawaday Street Dagon Township nomor 15. Menu yang disajikan cukup mewakili rasa Indonesia, mulai dari nasi goreng, nasi timbel, soto, rendang, penyetan, mie kuah sampe wedang jahe semuanya ada! Harganya berkisar dari 3.000- 4000an kyat (Rp.30.000- Rp.50.000) masih masuk dengan standar harga Indonesia kan ya.